TINTAJABAR.COM, JAKARTA – Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa’adi mengungkapkan masih banyak ustaz dan mubalig seringkali membesar-besarkan masalah khilafiyah, sehingga menimbulkan gesekan di masyarakat.
Akibatnya, sebagian masyarakat mengambil tindakan penolakan terhadap ustaz atau mubalig bersangkutan.
“Jadi penolakan atau pelarangan itu terjadi bukan dilakukan oleh pemerintah tetapi dari masyarakat sendiri,” kata Zainut dalam pesan tertulisnya, Selasa (13/4).
Menurut Zainut, pemerintah hanya mengimbau kepada para ustaz, mubaligh, dan tokoh agama dalam menyampaikan materi dakwah agar menjaga nilai-nilai kerukunan, persaudaraan dan toleransi.
Di dalam negara yang majemuk, kata Zainut, dibutuhkan kearifan dalam memaknai perbedaan. Dirinya mafhum bahwa bangsa ini sangatlah majemuk, terdiri dari berbagai suku, ras, etnis, dan agama.
Lebih khusus lagi kemajemukan tersebut juga terjadi pada umat Islam yang tergabung dalam berbagai ormas dan kelembagaan Islam. Masing-masing mempunyai karakteristik yang berbeda, baik dari sisi agenda dan pola gerakannya, serta pemahaman keagamaannya.
“Oleh karena itu, penting bagi pimpinan ormas Islam memiliki kesadaran untuk menjaga hubungan persaudaraan sesama umat Muslim (ukhuwah Islamiyyah) dan antar komponen anak bangsa (ukhuwah wathaniyah),” ujarnya.
Perbedaan yang terjadi antar umat Islam jangan sampai menimbulkan perpecahan, apalagi jika perbedaan tersebut hanya pada wilayah ikhtilaf, furu’iyat atau cabang agama bukan pada pokok ajaran agama.
Dia menambahkan ulah ustaz yang terlalu mengeksploitasi khilafiyah, merasa dirinya paling benar dan yang lain dianggap salah atau bid’ah membuat masyarakat marah.
Atas dasar itu, Kemenag memanfaatkan momentum Ramadan 1442 H/2021 M, mengajak para tokoh agama, pimpinan ormas Islam, khususnya MUI agar bisa menjembatani perbedaan, merumuskan etika ukhuwah dan etika dakwah sehingga bisa dijadikan pedoman.
Kata Zainut, memanfaatkan momentum bulan Ramadhan 1442 H/2021 M, Kemenag mengajak para tokoh agama, pimpinan ormas Islam, khususnya MUI agar bisa menjembatani perbedaan, merumuskan etika ukhuwah dan etika dakwah, sehingga dapat dijadikan pedoman oleh seluruh umat Islam dalam menyampaikan dakwah
“Kami berharap MUI bisa berperan penuh,” imbuh Zainut
Dia sebelumnya memberikan klarifikasi soal polemik daftar penceramah kegiatan pengajian Ramadan 1442 H yang menjadi keputusan direksi PT Pelni.
Menurut Zainut, pemerintah tidak pernah melarang ustaz, mubalig atau tokoh agama dalam melaksanakan tugas dakwah.
Pemerintah, lanjutnya, hanya mengimbau kepada para ustaz, mubalig, dan tokoh agama dalam menyampaikan materi dakwah agar menjaga nilai-nilai kerukunan, persaudaraan, dan toleransi.
Menurut dia, di dalam negara yang majemuk dibutuhkan kearifan dalam memaknai perbedaan.
Zainut berharap perbedaan yang terjadi antarumat Islam jangan sampai menimbulkan perpecahan.
Terlebih bila perbedaan tersebut hanya pada wilayah ikhtilaf, furu’iyat atau cabang agama bukan pada pokok ajaran agama.
(Red: TintaJabar.com)
Komentar