Filosofi SESAJEN Menurut Budaya Sunda dan Islam
Penulis oleh : Ambu Rita Laraswati (Pelukis, Seniman & Budayawati)
TINTAJABAR.COM, GARUT – Di Daerah Lumajang, di wilayah gunung Semeru tersebar vidio viral tentang seorang pengunjung yang menendang, membuang SESAJEN, dan mengatakan hal-hal seperti ini adalah musrik dan membuat Tuhan murka. Jujur secara pribadi saya sangat merasa kecewa, atas prilaku orang tersebut, karena perbuatan itu tidak beradab, berbudaya dan tidak ada rasa teloransi kepada beda agama, keyakinan dan tidak menghargai budaya lokal yang ada di wilayah itu ataupun budaya Nusantara.
Saya adalah penggiat budaya dan pelaku budaya yaitu budaya Sunda yang sudah turun menurun oleh nenek kakek saya lakukan.
Dalam tulisan saya kali ini saya akan menulis tentang SESAJEN, apa itu sesajen, makna sesajen, nilai-nilai yang terkandung.
Kata SESAJEN berasal dari kata SA dan AJIAN.
SA artinya Tunggal
AJI artinya Ajaran
AN artinya Seuneu ( Api )
SA AJIAN adalah ajaran yang Tunggal yaitu dengan cara menyembah kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam kehidupan sehari hari kita selalu mendengar kata
“SAJIAN MAKANAN”
Yang dapat kita lihat setiap hari di meja makan, tujuanya sajian itu untuk kita makan agar kita kenyang dan penunjangan pertumbuhan tubuh kita dan menambah tenaga.
Sajian dan sesajen adalah sama arti yang di siapkan adalah bahan makanan, hanya dalam penyajian tujuan berbeda.
Makna dari SESAJEN yang mengandung makna SA- AJI- AN dan simbol yang mengandung doa/ mantra atau kekuatan metafisik/ supranatural
Sesajen merupakan isyarat dalam kedinamisan dan keselarasan alam agar alam dapat menyatu dengan kita dan kita menyatu dengan alam.
Hidup kita berasal dari Tuhan, Tuhan memberikan Dzat alam dan dalam wujud apa yang dapat kita makan, makanan adalah sumber tenaga, energi agar kita bertahan hidup. Dengan ritual menyediakan sesajen adalah bentuk darma bakti nyata kita dan rasa syukur kita pada Tuhan yang sudah menciptakan macam macam bahan makanan untuk kelangsungan hidup kita. Sesajen mengigatkan kita agar kita tetap melestarikan alam, melestarikan lingkungan, melestarikan macam macam tumbuhan, buah- buahan yang dapat kita makan dan memberi manfaat buat hidup kita, tidak merusak atau menguasai alam dan seisinya.
Ritual dengan menggunakan sesajen merupakan bentuk siloka/ makna penyatuan manusia dengan mahluk Tuhan. Kata SA AJIAN bermakna dan bertujuan menyatukan keinginan ( kahayang ) bersama alam, menyatu dengan alam, artinya kita hidup adalah menyatu dengan yang menghidupkan.
Siapa yang menghidupkan kita…? Tuhan…..
Tuhan ada dalam diri mahluk Nya.
Secara keseluruhan kata SAJEN bermakna energi ajaran Hyang Maha Tunggal. ( Monotheisme ).
Dalam Budaya Sunda Sesajen yang di siapkan dalam suatu upacara akan berbeda- beda,di sesuaikan tujuan acaranya. Misalnya acara ruat desa, acara 7 bulan kehamilan, acara nikah, isi dari sesajen pun berbeda beda.
Dalam Budaya Sunda dan jawa makna itu sama hanya yang membedakan isi dari sesajen itu, sesuai budaya wilayahnya ( kearifan lokal ) yang sudah di turunkan oleh nenek moyang.
Istilah lain dari sesajen di sebut ” Kujang Sesajen” yang berfungsi sebagai alat upacara adat dan ritual keagamaan atau ruwatan desa, ruatan negara. Siloka/ makna sesajen adalah penyampaian dalam bentuk pemanjataan doa-doa pada Tuhan.
Secara komplit makanan sesajen adalah:
” mengimplentasikan pemahaman ajaran ke-Tuhanan dalam kehidupan sehari hari dengan sebaik-baiknya dan menjadikan ajaran, ageman( pegangan ) yang di yakini secara turun menurun untuk kebaikan lahir dan bathin di dunia dan di aherat.
Dalam bahasa Sunda:
” Rahayu lahir sinareng batin ayeuna jeung engke jagana”
Dalam budaya sunda isi dari sesajen itu ada nilai filosofi yang dapat di petik hikmahnya untuk kehidupan kita, sebagai pengeling eling/ pengingat manusia.
Makna dan arti yang terkandung dalam media sesajen menurut ajaran Sunda:
1. Parupuyan dan Menyan
Parupuyan adalah tempat arang bakar, bara api yang terbuat dari tanah, tanah adalah ungsur alam yang menjadi bahan di ciptakannya manusia. Dalam ajaran sunda parupuyatan di artikan atau di ibaratkan badan kita
( Badan Sakujur )
Kuning melambangkan angin, merah melambangkan api, putih melambangkan air, hitam melambangkan tanah. Ke empat ungsur itu ada dalam upacara bila kita membakar menyan dalam bara api.
Maknanya dalam diri kita ada 4 ungsur tersebut, tidak ada 4 ungsur api,angin,air, tanah maka kita tidak hidup. 4 ungsur itu adalah penopang hidup semua mahluk.
Membakar menyan ( ngukus ) bermakana “Ngudag Kusumaning Hyang Jati” yang bertujuan mengkaji dan menghayati, menelusuri hakekat nilai nilai Ke Tuhanan.
Menyan bermakna ” Temen tur nyaan/ nu enyana/ sa enya enyana ( Sebenar- benarnya ).
Secara makna kita dalam mendalami, mengkaji dan menghayati harus sungguh -sungguh dan sebenar- benarnya.
( tidak munafik ).
Wangi Kemenyan bermakna “Silih Siliwangi” atau berbuat kebaikan saling mewangikan tidak saling menjelekan.
Dalam ajaran Sunda mantra atau doa yang di panjatkan di baca dalam kidung.
2. Amparan/ Samak
Amparan bermakna ” Saamparan, sama sama duduk dalam amparan dan sama -sama semaksud dan setujuan.
Semua tujuan, harapan di amparan ku ke Tuhan, ka manusian, ka bangsaan, ka rakyatan, ka adilan ( nilai Pancasila ), harus sungguh dalam satu maksud.
3. Alas Lawon Bodas ( Kain putih untuk alas )
Bermakna hendaknya dalam ucapan, tingkah, laku harus dilandasi oleh kebersihan hati, pikiran, dan kebersiham lahir batin.
4. Kendi di eusi cai make hanjuang ( kendi di isi air di beri daun hanjuang).
Kendi terbuat dari tanah maknanya adalah taneuh/ tanah. Air Hanjuang artinya:
” HA NA ING JUANG”
Hana ing= Hirup/ Aya.
Juang = Berjuang.
Bermakna :
“Hirup kudu berjuang gawe pikeun lemah cai, babakti ka Nagari, bela ka Nagara.
Artinya: hidup harus berjuang berbakti pada Nusa dan Bangsa.
5. Bendera Merah Putih.
Merupakan Sasaka Pusaka Buhun Djawadwipa. Ajaran Sunda di sebut ” Sang Saka Dwi Warna”.
Warna adalah Beureum jeung bodas( Merah Putih ).
Beureum bermakna Indung ( ibu pertiwi).
Bodas bermakna Bapa/ Rama. Sang Saka bermakna Soko.
6. Kopi Pait,Kopi Amis, Cai Herang, Teh pait, Teh Amis, Susu bodas,Cai nu aya rasaan, minimal 7 rupa, di wadahan dina batok kelapa. Bernilai filosofi setiap langkah kehidupan pasti kita akan bertemu dengan manis dan pahit kehidupan. Kehidupan manis dan bahagia, kehidupan pahit akan sedih dan menderita.
Air panas di godok, sampai mendidih untuk menyeduh kopi, teh, susu dll, nilai filosofinya adalah manusia hidup di bumi akan di godok oleh cobaan dan rintangan agar manusa terbentuk pola pikir dan kekuatan lahir dan batinnya. Nilai filosofi di masak dalam batok ( pikiran dan eling), artinya pikiran harus mampu mengingat, wening ati, herang manah artinya tentram hati dan putih hati. Secara menyeluruh nilai filosofi dalam ucap,laku,lampah kehidupan melalui pait, manis yang ke duanya harus di olah, dikaji, di mengerti, dalam tempurung (pikiran, di ingat) dalam hati yang bersih.
7. Rujak Tujuh Rupa.
( Rujak 7 macam ).
Rujak bernilai filosofi kepada Rasa. Bahan rusak adalah buah buahan, yang memiliki rasa manis, pahit, asam, keset. 7 rupa/ macam folosofinya 7 poe, tujuh hari. Nilai filosofi keseluruhan dari 7 hari kita hidup bertemu macam-macam rasa kehidupan, dalam 7 hari kita mengalami kejadian berbagai rasa kehidupan. Rasa secara nyata ada pada buah buahan, rasa secara tak nyata namun dapat kita rasakan yaitu rasa panas,rasa dinging. Alat perasa kita selain lidah, kulit yang nyata, yang tak nyata adalah rasa goib.
Maknanya bahwa Rasa adalah gambaran yang nyata dan goib yang ada pada diri kita sendiri.
Di sini letak kita harus dapat mengkaji diri yang lebih di sebut “Jati rasa, jati Sunda”.
8. Sangu Tumpeng ( Concot ).
Nilai filosofi dari Tumpeng Adalah di tumpuk- Tumpek ngajadi hiji, sangkan manfaat keur kahirupan urang. Artinya: Di tumpuk tumpuk jadi satu agar menjadi manfaat untuk kita semua. Tumpeng dengan segala isinya lauk pauk di satukan dalam niru/tampah di hias dengan indah, tumis sayuran, ayam, telur lauk lauk pauk komplit, agar manfaat untuk hidup kita. Di kampung adat pasir, Sunda wiwitan yang ada di daerah Samarang Garut, tiap perayaan pergantian Tahun Saka Sunda, menyambut bulan Sura, ada acara yang di sebut “Suraan”, budaya tumpeng ini selalu di adakan dengan sebutan ” murak tumpeng bogana” uniknya semua lauk pauk di simpan dalam tumpeng seperti kentang, ayam, telur, tempe, tahu. Murak Tumpeng artinnya membuka tumpeng dengan mengambil lauk pauk dalamnya.Tumpeng ibarat Gunung yang di dalamnya banyak rupa rupa bahan mineral, ada emas, tembaga, pasir besi, pasir, api, gas, air, tanah dll. Nilai filosofinya tidak ada gunung maka tidak ada kehidupan, karena sumber sumber kehidupan ada di gunung. Nilai Tumpeng ini adalah nilai ajaran leluhur yang fungsinya untuk pembelajaran, pemahaman, pengetahuan anak cucu, agar tidak lupa pada Purwadaksi ( asal usul ). Ajaran alam yang alami dari pemikiran dan daya manusia dahulu kala, dan memjadi nilai kearipan lokal.
Saya pribadi pernah naik gunung Tumpeng yang ada di wilayah Boyombong Garut, masuk dari situs Ciburuy, ada gunung kecil berdamping dengan Gunung Cikuray di sebutnya anak gunung cikuray. Saya bertemu dengan abah Eha, beliau katakan anak Cikuray itu namanya gunung Tumpeng artinya Tutungkusan penghirupan atau Tutunggul kahirupan. Yang memiliki nilai filosofi yang mendalam terhadap penciptaan manusia, ada 7 pendukung wujud manusia itu ada, di lahirkan :
1. Sanghyang Panembong
2. Sanghyang Juru Tulis
3. Saghyang Jaksa
4. Sanghyang Jaya Kanoman
5 Sanghyang Raksa di puntang
6. Sanghyang Geger Hanjuang
7. Sanghyang simbah Panagaraan
Tujuh Tatanan itu merupakan dasar dan aturan- aturan hukum ( Sewaka Darma).
Tujuh tatanan itu ada dalam lahir dan batin kita manusia. Setiap suku, daerah di Nusantara kita ini filosofi pasti ada yang sama ada yang berbeda sesuai dengan daya pikir dan daya rasa leluhur setiap daerah.
9. Puncak manik dengan telur di atasnya.
Manik filosofinya adalah lambang manusia. Telur filosofinya adalah angan- angan. Jadi manusia harus punya cita cita.
10. Bakakak Ayam
Filosofinya adalah pasrah kepada Tuhan ibarat bakakak ayam.
11 . Kembang 7 rupa.
Tujuh pangawasa nu aya nadiri yaitu kawasa, kersa,uninga, hirup, tingali, ngarungu, ngudika. Tujuh kuasa yang ada pada diri yang berasal dari Tuhan di sebut ” Guru Hyang Tujuh”. Kembang wangi filosofinya adalah kembangkan, mekarkan, dayaupayakan tujuh kuasa yang Tuhan berikan dengan jalan saling mewangikan sesama manusia dan mahluk hidup.
Begitu bernilai budi luhur Sesajen menurut budaya Adat Sunda, terdapat pelajaran, tuntunan kehidupan yang membawa kita pada sikap dan rasa Syukur yang sungguh sungguh. Nilai filosofi yang mulia dan penuh keluhuran budidaya, budikarya, budirasa yang bernilai luhur. Apa pun yang kita kerjakan kembali lagi ke niat hari nurani.
Dalam Islam mempersembahkan kurban yang berarti kita mengeluarkan sebagian harta dengan tujuan untuk beribadah kepada Allah, merupakan perbuatan ibadah asal tujuannya untuk bersyukur pada Allah.
” Katakanlah : Sesungguhnya shalatku, sembelihan, hidup, matiku hanyalah untuk Allah, Rab Semesta Alam, tidak ada sekutu bagi Nya dan demikian itulah yang di perintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama orang yang menyerahkan diri kepada Allah.
(Qs al. Am’ aam 162-163)
Artinya: Sesajen/kurban dilakukan niat untuk bersyukur dan parsah pada Tuhan bukanlah hal yang syirik namun menjadi ibadah, dan hanya pada Tuhan saja kita memohon perlindungan, pertolongan.
Manusia zaman Jahiliyah tidak menyembah Tuhan, mereka meminta perlindungan kepada para Jin, ibadah dan penghambaan diri kepada Jin, menyembelih hewan kurban sebagai Tumbal dengan meminta pertolongan pada Jin.
” Dan bahwasannya ada beberapa orang dari kalangan manusia meminta pertolongan kepada beberapa laki- laki dari golongan Jin, maka jin- jin itu menambahkan bagi mereka dosa dan kesalahan
(QS. al Jin :6)
Ada hukum Wasilah ( Sarana ) yang di bolehkan untuk memakai sesajian/ sesajen jika arahnya ke perbuatan baik dan bukan persekutuan terhadap mahluj lain, hanya Allah sajalah Tuhan. Jika arahnya ke perbuatan haram, maka sarana berupa sesajen itu akan jadi haram.
Kebiasan itu sebelum Allah mengutus Rasul Nya untuk menegakan Tauhid. Namun manusia dan Jin di perintahkan untuk beribadah dan menyembah Allah. Intinya kita di tuntut untuk harmonis, saling melakukan kebaikan terhadapat sesama dan mahluk lain. Intinya hal yang penting kita menjalani hidup adalah saling menghormati, menghargai ( Toleransi )
Dalam ajaran Islam, Toleransi, tenggang rasa disebut “Tasamuh”.
Dimana Islam sebagai Rahmatan Lil’ Alamin artinya bahwa Islam itu bersifat universal menerima, mengakui kenyataan adanya beda agama di bumi ini. Telorasi adalah sikap menghormati perbedaan antara sesama manusia.
Ayat tetang TOLERANSI dan Hadis menjelaskan :
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku Adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu, karena agama dan tidak pula mengusir kamu dari Negeri mu. Sesungguhnya Allah menyukai orang- orang yang berlaku ADIL
( QS. Al Mutahanah:8 )
Hadis dari Ibnu Abbas Ia berkata:
Di tanyakan kepada Rasullah SAW ” Agama manakah yang paling di cintai oleh Allah? Maka beliau bersabda: ” Al Hanifiyyah As Samhah
( yang lurus lagi toleransi ) ( Hr.Bukhari ).
Begitulah Ayat Alquran tentang Toleransi dan hadis Nabi, agar kita berlaku Adil kepada orang yang berlainan agama sekalipun, yang utama tetap menyembah Tuhan yang Maha Esa, dengan tata cara yang berbeda, itu adalah kodrat Tuhan yang diberikan pada setiap manusia, Suku, Bangsa, dan Negara, kita manusia dituntut memiliki kesadaran Toleransi agar tercipta kerukunan, ketentraman, harmonisasi.
Kemurkaan Tuhan itu datang apabila kita merusak ciptaan Nya, isi dari Sesajen itu berupa makanan,air yang berasal dari tanah, di tanam tumbuh dengan membutuhkan air, sinar matahari itupun ciptaan Tuhan yang di hidupkan untuk manusia dan mahluk lainnya.
” Ingat ketika Agama menyebarkan dan menyampaikan ajarannya, Agama butuh Budaya untuk melestarikannya”
Contoh: Dakwah dengan menggunakan wayang.
Ingattt…..!! Indonesia bukan Negara Agama tetapu Negara yang masyarakat, Rakyat, penduduknya beragama, dan tata cara taat pada ajaran agama berbeda-beda.
Wahai saudara ku kondisi saat ini banyak saudara kita berdebat, berselisih, saling menuduh musrik, sirik, merasa agama nya paling benar. Semua kodrat Tuhan, yang utama kita menyembah Tuhan walau beda tata cara dalam menyembah Nya. Buatlah damai hidup di dunia ini, agar Tuhan selalu melimpahkan Rahman Rahim Nya dan menambah kasih sayang Nya pada kita dan semua mahluk yang ada dalam alam semesta.
Wassalam
Rampes
17 Januari 2022.
(AS/Frisca/TJc)
Komentar