TINTAJABAR.COM, GARUT,- Permintaan Tunjangan Transfortasi bagi empat pimpinan DPRD Garut, yang masuk dalam anggaran perubahan tahun 2021, menuai kritikan pedas dari berbagai elemen yang ada di Kabupaten Garut. Terlebih saat ini kondisi masyarakat yang serba kesulitan ditengan pandemi Covid-19.
Bahkan permintaan tunjangan transfortasi tersebut dilakukan saat Kejaksaan Negeri Garut menangani dugaan korupsi dana Pokir, BOP, dan reses di lingkungan DPRD Garut yang saat ini sedang ditangani Kejaksaan Negeri (Kejari) segera dituntaskan.
Pimpinan DPRD Garut dinilai telah melanggar Peraturan Pemerintah (PP) nomor 18 tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Ketua Garut Governance Watch (GGW), Agus Sugandi, menyatakan, adanya pengajuan uang transfortasi untuk empat pimpinan dewan di Garut ini terungkap dalam pengajuan anggaran perubahan tahun 2021. Dalam pengajuan tersebut, untuk Ketua DPRD Garut diajukan uang transfortasi sebesar Rp12.250.000 per bulan sedangkan untuk tiga Wakil Ketua DPRD masing-masing Rp11.900.000 per bulan.
Dikatakannya, dalam PP nomor 18 tahun 2017 pasal 9 ayat (2) disebutkan “Selain tunjangan kesejahteraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pimpinan DPRD disediakan tunjangan kesejahteraan berupa rumah negara dan perlengkapannya, kendaraan dinas jabatan, dan belanja rumah tangga.
Kemudian, tutur Gandi, dalam pasal 15 ayat (l) disebutkan “Dalam hal Pemerintah Daerah belum dapat menyediakan rumah negara dan kendaraan dinas jabatan bagi Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud dalam pasal 13, kepada yang bersangkutan diberikan tunjangan perumahan dan tunjangan transportasi. Namun untuk sekelas Kabupaten Garut, tak mungkin pemerintah daerahnya tak sanggup menyediakan empat kendaraan untuk pimpinan DPRD sehingga ketentuan itu dinilai tak bisa dijadikan alasan untuk memberikan tujangan dalam bentuk uang transfortasi.
“Pemkab Garut itu tiap tahunnya selalu bisa membeli puluhan kendaraan dinas, masa hanya untuk empat kendaraan dinas untuk pimpinan dewan saja tak bisa? Kecuali untuk daerah pemekaran yang PAD-nya masih sangat kecil, sangat masuk akal jika belum bisa membeli kendaraan dinas untuk pimpinan dewan sehingga bisa diberikan dalam bentuk uang transfort,” ujar Gandi, Rabu (6/10/2021).
Gandi menilai, untuk kasus di Garut ini, sejak awal memang sudah diatur sedemikian rupa agar Pemkab garut tak menyediakan kendaraan dinas untuk pimpinan dewan. Dengan demikian, para pimpinan dewan ini bisa menerima uang transfortasi sesuai keinginan mereka.
Ia juga menuturkan, dalam pasal 16 PP yang sama, jelas-jelas disebutkan “Rumah negara dan perlengkapannya serta kendaraan dinas jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 serta tunjangan perumahan dan tunjangan transportasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 tidak dapat diberikan kepada Pimpinan dan Anggota DPRD secara bersamaan. Sedangkan di Garut, baik tunjangan rumah dinas maupun tunjangan transfortasi, bisa diberikan secara bersamaan sehingga hal ini dianggap melanggar PP tersebut.
Menurut Gandi, menyikapi hal ini, ia menilai pimpinan dean di Garut masih memandang jabatan sebagai alat produksi untuk menghasilkan uang sehingga menimbulkan keserakahan. Tunjangan transportasi dan yang lainnya bukan untuk meningkatkan kinerja tetapi justeru lebih menambah pundi-pundi perekonomian mereka.
“Hak sebagai anggota wakil rakyat lebih dikedepankan dibandingkan dengan kewajiban untuk adanya kepekaan terhadap realitas sosial dan ekonomi di tengah pandemi seperti ini dimana banyak masyarakat yang sangat kesusahan. Dalam kondisi seperti ini, seharusnya mereka peka dengan tidak mengutamakan terus memperkaya diri sendiri di atas penderitaan masyarakat,” katanya.
Gandi juga menyoroti adanya kesenjangan yang masih sangat jauh antara porsi belanja langsung dengan belanja tidak langsung yang mencapai 30 persen – 70 persen. Ini menunjukan para opejbat di Garut termasuk pimpinan dan anggota dewan lebih mementingkan keperluan mereka dibanding pembangunan yang hasilnya bisa langsung dinikmati masyarakat.
Sementara Sekretaris DPRD Garut, Dedi Mulyadi, membenarkan jika pada anggaran perubahan tahun ini pihaknya telah mengajukan uang transfortasi sebagai pengganti fasiltas kendaraan dinas untuk empat pimpinan dewan. Adapun besarannya, untuk Ketua DPRD Rp 12.250.000 per bulan dan untuk tigaWakil Ketua DPRD masing-masing Rp11.900.000 per bulan.
Dikatajan Dedi, rencana pemberian uang transfortasi untuk empat pimpinan dewan di Garut ini terpaksa dilakukan mengingat saat ini belum ada kendaraan dinas untuk mereka. Hal ini dikarenakan adanya penolakan seluruh fraksi di DPRD Garut saat pengusulan pembelian kendaraan dinas untuk para pimpinan dewan.
“Memang kami telah mengajukan pemberian uang transfortasi sebagai pengganti fasilitas kendaraan dinas jabatan untuk para pimpinan dewan dalam perubahan anggaran tahun ini. Hal ini dikarenakan sampai sat ini belum ada kendaraan dinas bagi pimpinan dewan di Garut akibat adanya penolakan dari seluruh fraksi saat pengusulan pembelian kendaraan dinas beberapa waktu lalu,” ucap Dedi.
Dedi pun memastikan jika hal ini bukan pelanggaran terhadap PP nomor 18 tahun 2017 mengingat kondisi di Garut yang saat ini tak ada fasilitas kendaraan dinas untuk para pimpinan dewan.
Hal senada diungkapkan Wakil Ketua DPRD Garut, Agus Hamdani. Ia menambahkan, itu pun masih belum pasti karena baru sebatas pengajuan yang hasilnya masih menunggu keputusan dari Gubernur Jawa Barat.
“Namun itu pun masih dalam tahap pengajuan dimana saat ini masih dalam pengkajian Gubernur Jawa Barat. Jika nanti Gubernur menyatakan pemberian uang transfortasi untuk pimpinan dewan tidak bisa dilakukan, ya tentunya kita juga akan menerima keputusan tersebut,” pungkasnya. (Red/tintajabar.com)
Komentar