oleh

Diskusi Bersama Mang Kamat dan Kang Kamit Soal Kompor Gas dan Kompor Listrik

Diskusi Bersama Mang Kamat dan Kang Kamit Soal Kompor Gas dan Kompor Listrik

Penulis oleh: Jacob Ereste

TINTAJABAR.COM, BANTEN – Rencana pengalihan gas LPG untuk memasak ke kompor listrik pasti mencekik wong cilik. Karena wong gede tenang-tenang saja, maka wong cilik menjadi semakin paham bahwa untuk memperjuangkan perbaikan nasib tergantung pada kemauan dan tekad wong cilik sendiri. Cerita ini tentu beda untuk menghadapi Pemilu. Mereka pasti mendayu-dayu merayu wong cilik seperti kita, dengan wajah yang memelas.

Jadi wong cilik sebetulnya mampu lebih tegar untuk berjuang sendiri, tanpa harus kehilangan rasa malu.

Mang Kamat penjual soto di seberang jalan langsung berkata gawat, ungkapnya spontan ketika ditanya tentang pendapatnya soal kompor gas yang mau diubah dengan kompor listrik. “Lha baru mulai bisa jualan sehabis covid covid, sekarang harus keluar duit lagi untuk membeli peralatan dan biaya listrik yang semakin tinggi bayarannya itu” ujarnya dalam nada marah.

“Sebetulnya pemerintah ini mau apa sih”, dengan logat Jawa Timuran agak berbaur logat Madura itu.

“Sampeyan bisa lihat nanti, semua pedagang makanan pasti heboh”, ujar Mang Kamat seperti ingin mengingatkan. Karena semua pedagang makanan keliling, mana mungkin bisa menenteng saklar listrik sambil keliling kampung saat menjajakan makanan yang dijualnya, kata dia seperti menggerundel untuk dirinya sendiri.

Kang Kamit, penjual martabak di sebelahnya ikut nimbrung sambil mengulum senyum. Tapi wajahnya tampak berpikir serius dan tegang menanggapi ancaman kompor listrik yang akan melengserkan kompor gas LPJ. Soalnya, bukan saja dia baru saja membeli tabung gas yang baru untuk stock, tapi dia teringat pada masa awalnya dahulu saat harus membeli tabung gas yang masih sering meledak itu, kalau tak salah semasa Wapresnya Jusuf Kalla, rasanya sangat berat sekali hingga harganya dulu masih teringat sampai hari ini.

” Kalau begitu, aku mau berhenti jual martabak saja, bah”, katanya bergaya logat Batak yang hampir sempurna. Karena menurut dia, nanti orang akan banyak yang ingin membeli kompor listrik dan bersama peralatan lainnya. Bahkan diam-diam, dia juga melihat peluang bisnis untuk menampung lungsuran tabung gas yang tidak lagi akan digunakan itu nanti.

Syukur-syukur, katanya dalam hati akan banyak orang yang mau membuang tabung gas yang tidak lagi ada gunanya itu.

Pendek cerita, diskusi informal kami malam tadi, mungkin tak kalah seru dibanding forum G20 yang juga telah sepekat untuk mengurangi pemakaian gas dengan beralih kepada kompor listrik.

Untung pula, saat menjelang tengah malam, listrik disekitar kampung kami tiba-tiba padam mendadak. Kalau tidak, mungkin diskusi lintas profesi ksmi ini di warung tenda soto Kamit Kamit bisa sampai pagi hari. Psdahal besok,saya ada tugas untuk meliput aksi buruh dan mahasiswa yang semakin kompak dan mesra, sehingga membuat cemburu kalangan LSM.

Banten, 20 September 2022 
(Red)

banner 300250banner 300250banner 300250banner 300250

Komentar